EVENT / Others / November 2019

Ragam Jenis Kain Batik Dalam Pesta Pernikahan Adat Jawa

Jika Anda pernah menghadiri pesta pernikahan tradisional adat Jawa, Anda pasti sering menemukan kain batik. Batik sering kali digunakan baik untuk pakaian pengantin, orangtua pengantin, bahkan anggota keluarga dan pengiring pengantin.  Seperti yang kita ketahui, saat ini batik sudah menjadi salah satu warisan dunia  dari budaya Indonesia yang diakui UNESCO.

Tak sekadar bagian dari keutuhan estetika berbusana Jawa, batik juga sebagai cerminan kedudukan sosial serta bentuk harapan dari si pemakaianya. Dalam pernikahan adat Jawa, ternyata batik memiliki makna tersendiri pada setiap prosesi upacaranya. Berikut ulasan lengkapnya yang kami lansir dari laman thewedding.id:

Penembung

Dalam proses penembung (lamaran) busana yang dikenakan adalah Jawi, artinya memakai kain batik dan baju beskap tanpa keris. Pada proses ini maka status sosial pengantin akan diketahui. Apabila batik yang digunakan memiliki motif parang rusak atau parang-parangan, itu tandanya sang mempelai berasal dari golongan leluhur.

Golongan priyayi akan mengenakan batik semenan latar putih, dan untuk golongan sepuh atau kalangan kebanyakan akan menggunakan batik latar hitam.

Paningset

Pada prosesi ini, calon pengantin laki-laki mengenakan batik motif satrio manah. Batik motif satrio manah mengandung makna ‘memanah jantung hati calon istrinya’ dengan harapan akan berbakti selamanya kepada pasangan. Sedangkan calon pengantin wanita yang akan diikat dengan perjodohan mengenakan batik semen rante.

‘Rante’ berarti belenggu, penggunaan kain motif ini bermakna bersedia atau sanggup menjadi calon pendamping suami dengan ikatan batin, dan bersedia menutup hatinya untuk laki-laki lain.

 

Siraman

Dalam upacara siraman, busana yang dikenakan calon pengantin wanita adalah kain batik wahyu tumuran dan kembenan dengan kain bangun tulak (berlaku di Keraton Surakarta). Penggunaan kain tersebut sebagai busana siraman bermakna agar dijauhkan  dari segala godaan dan rintangan serta diberikan wahyu.

Sedangkan orangtua akan mengenakan batik cakar sabuk kemben bangun tulak. Nama dari batik cakar diambil dari sebutan kaki ayam yang bermakna agar mempelai dapat mencari makannya sendiri dan tidak lagi bergantung pada orangtuanya.

Setelah siraman maka pengantin wanita  akan memakai busana kain kembangan, baju kebaya dan kain bermotif sama (setelan). Bermakna keikhlasan akan meninggalkan status gadis dan menjalani hidup berumah tangga.

 

Jonggolan

Busana yang dipakai pada prosesi jonggolan adalah Jawi Tangkep. Bagi Keraton Solo, busana Jawi Tangkep yaitu busana langenharjan putih dengan kain batik semen rama atau satria wibawa. Sedangkan untuk masyarakat umum busana ini berupa beskap putih dengan kain bathik Wahyu Tumuran.

 

Turunnya Kembar Mayang

Busana yang dikenakan saat ijab biasanya adalah Basahan, Jawi Jangkep, ataupun Lengan Harjan. Kain batik yang akan dikenakan adalah Sidamulya, Sidamukti, dan lainnya.

Sidamulya dengan Sidamukti mempunyai motif yang sama, yang membedakan hanya warna dasarnya. Jika Sidamulya berwarna dasar putih, Sidaluhur berwarna dasar hitam, maka Sidamukti memiliki warna dasar pelataran ukel.

Batik Sidamulya bermakna dalam kehidupan kelak tercukupi kebutuhan materi dan tercapai kemulyaan. Makna dari batik Sidaluhur, yaitu dalam kehidupannya bisa mencapai kedudukan yang tinggi dan menjadi anutan masnyarakat.

Sedangkan Sidamukti bermakna dalam kehidupannya kelak  mencapai kebahagiaan, tercukupi materi, mendapat kedudukan sehingga dihormati masyarakat. Sedangkan Sidaasih bermakna mendapat perhatian dari sesama dan saling mengasihi atau di-tresnani sesamanya.

 

*Sumber: https://thewedding.id/post/431/5-Jenis-Batik-dalam-Tradisi-Pernikahan-Jawa

*Foto: https://www.bridestory.com/id/blog/menggunakan-batik-dan-kain-tradisional-dalam-pernikahan